Banyak hal yang tidak disangka-sangka dalam hidup ini. Jadi bener memang, kalau masa depan atau hari esok itu adalah hal yang “ghaib” (gelap). Contoh yang tidak pernah diduga dalam hidupku adalah ketika suatu pagi (menjelang pergi ke kantor), tiba-tiba ada tetangga datang dan menanyakan tugas anaknya (sekolah SD), tentang 10 pelukis ternama di Indonesia. Sama sekali tidak pernah terpikir di benakku untuk mendapatkan pertanyaan semacam itu. Kata ibu (tetangga) itu, dia tahunya cuma “Basuki Abdullah”. Orang rumah (ibu dan adikku) tahunya cuma “Affandi”. Wah, berarti masih ada 8 nama pelukis ternama Indonesia yang harus aku cari!

Aku jadi berpikir bahwa betapa tidak mudahnya menjadi orang tua. Bukan cuma memberi makan, memberikan pakaian, tapi harus dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam ini dari anaknya. Mungkin untuk “share” kepusingan itu, si ibu bertanya kepadaku. Tidak tahu apa alasannya, karena aku pun bukan pengamat seni…. 😀 Terpikir waktu itu untuk cari di Internet, tapi karena notebook-ku bermasalah, maka “ide brilian” itu pupus sudah. Andaikan bisa connect ke Internet harusnya pertanyaan PR anak itu bukan masalah.

Masalahnya, aku ditungguin si ibu karena pagi ini PR anaknya mau dikumpul.

raden_salehAkhirnya, dengan segala kemampuan, aku mengingat-ingat para pelukis kesohor dari negeri tercinta ini. Yang pertama-tama kuingat, sudah pasti (1) Raden Saleh, pelukis kenamaan kita yang malang melintang di Eropa. Dikatakan dia sebagai pelukis Melayu yang fasih dengan teknik-teknik melukis Eropa. Sepertinya Raden Saleh menempati peringkat pertama untuk urusan lukis-melukis di negeri ini. Salah satu kisah yang kuingat, ketika para pelukis Belanda bangga karena lukisan bunganya bisa mengecoh kupu-kupu yang mau hinggap di lukisannya, karena dikiranya sekuntum bunga betulan. Tidak terima dengan keangkuhan mereka, maka Raden Saleh pun pulang. Ketika teman-teman pelukis-nya menyusulnya ke rumahnya, mereka kaget karena melihat Raden Saleh sedang tergeletak bersimpuh darah. Namun setelah didekati, ternyata itu hanya sebuah lukis karya Raden Saleh. Karuan saja, Raden Saleh merasa “senang” sambil berkata pada teman-temannya itu, “Jangankan kupu-kupu, orang-orang pun bisa tertipu karena lukisanku”. Pokoknya top deh Raden Saleh mah, jadi patut sekali diingat!!

Yang kedua dan ketiga (2&3), tentu saja aku ingat kedua pelukis yang telah disebut di atas. Affandi dan Basuki Abdullah sepertinya dua pelukis kita yang paling kesohor di jaman sekarang (karena Raden Saleh hidup di jaman Belanda dulu). Nyatanya, setiap kutanya kepada teman-temanku, “Siapa pelukis kita yang terkenal?” minta disebut beberapa nama, paling-paling jawabnya salah satu diantara keduanya atau kedua-duanya. Wah sedih juga ya jadi pelukis di negeri ini, gak dikenali oleh masyarakatnya.

Siapa yang tidak kenal Affandi, seniman asal Jogjakarta ini (sebenarnya asal-usulnya dari Cirebon terus mukim di Jogjakarta(?)). Aku pernah melihat (sambil lewat) bangunan musium lukisnya yang ada di Kali Code, Jogjakarta. Sewaktu muda konon beliau pernah mangkal juga di jalan Braga (Bandung). Walaupun akhirnya menganut aliran ekspressionisme, dulunya pelukis realis juga. Aku paling tidak mengerti dengan aliran ekspressionisme ini, dan mungkin hanya bener-bener penggemar seni lukis yang bisa menikmatinya. Tapi Affandi, memang sangat terkenal bukan cuma di Indonesia tapi juga di dunia. Konon suatu waktu dia mendapat beasiswa untuk menimba ilmu seni lukis di India, aLih-alih belajar tentang seni lukis, malah disuruh ngajar. Yang aku suka, juga adalah kesederhanaan sang maestro. Beliau masih saja suka makan di pinggir jalan, walaupun secara material sudah sangat cukup. Pernah suatu waktu (di masa tuanya), Affandi dengan sabarnya menunggu pohon jambu (?) berbuah. Dan setelah berbuah dia melukis pohon tersebut beserta buahnya. Dia melukis dengan jari-jari tangannya, tanpa kuas. Ketika wartawan bertanya, “Kenapa tidak menggunakan kuas?” Jawabnya, “Tangan saya lebih halus daripada kuas!” Ya, begitulah sedikit potret sang maestro yang kuketahui. Jadi, aku harus mengingatnya!

affandi-basuki-kartikaYang paling aku ingat dari seorang Basuki Abdullah adalah lukisan-lukisan realisme-nya yang indah luar biasa. Tampak seperti sebuah foto. Gaya-nya yang khas, dengan pakaian rapi dan pake topi baret serta kacamata. Rasanya sulit untuk tidak mengingat sang maestro, yang tadinya kupikir seorang muslim karena ada nama Abdullah-nya. Padahal dia adalah seorang khatolik. Sayang, hidup beliau berakhir mengenaskan. Beliau meninggal dibunuh perampok yang masuk ke rumahnya. Ketika tersiar berita ini di TV-TV, aku hampir gak percaya kalau pelukis sehebat dia akan berakhir dengan kematian yang mengenaskan.

Setelah tiga nama itu……. Lantas siapa lagi ya? Masih perlu 7 nama, untuk membantu anak tetangga yang sedang kesulitan dengan PR sekolahnya.

Maka, aku memulainya dari “lingkungan” yang dekat denganku. Dulu aku menuntut ilmu di ITB. Nah, bukankah di sana ada FRSD (Fakultas Seni Rupa & Disain)? Sebab mereka pasti bukan cuma dosen, tapi juga seniman lukis. Maka aku coba mengingat-ingat beberapa nama dan akhirnya ketemu 3 nama! Lumayan!! Berarti kurang 4 lagi.

itb-paintersYang pertama tentu saja Pak A.D. Pirous. Kalau tidak salah beliau pernah menjabat sebagai dekan FRSD. Yang terkesan bagiku adalah tampangnya dengan jenggotnya yang khas. Sebelumnya aku tidak pernah tahu, nama “A.D.” itu singkatan dari apa, karena memang hampir selalu disingkat. Setelah tahu ternyata A = Abdoel D = Djalil. Jadi nama lengkap beliau adalah Abdoel Djalil Pirous, sehingga bisa dipahami kalau beliau keturunan Aceh, mengingat namanya yang ke-arab-araban. Tapi aku masih tidak mengerti nama “Pirous” itu berasal dari bahasa apa. Pun sampai sekarang aku belum tahu lukisannya seperti apa.

Yang kedua aku ingat pak Jeihan. Aku pernah melihat lukisan-lukisan dan sketsa-sketsanya dalam acara Pasar Seni ITB di tahun 80-an. Salah satu karyanya adalah lukisan kaligrafi, sebuah kain kanvas putih dengan tulisan “IQRO”. Aku gak mengerti dimana indahnya karya seni itu. Mungkin karena aku tidak mengerti tentang seni lukis. Juga ada dijual sketsa-sketsa-nya yang ternyata berupa coret-coretan pinsil di kertas putih (mungkin ukurannya 15cmx20cm). Harganya kalau tak salah 15 ribu. Cukup mahal juga untuk ukuran saat itu. Aku pun mengenalnya dari koran-koran lokal Jawa Barat, khususnya Pikiran Rakyat, yang sering memuat kisah-kisah beliau.

Yang ketiga, dia adalah pelukis dan dosen seni rupa ITB yang masih muda. Namanya Tisna Sunjaya. Mungkin gaya lukisannya kontemporer, pokoknya agak sulit dicerna oleh orang-orang yang awam seni seperti diriku. Saat ini beliau menjadi host di dalam acara “Kabayan Nyintreuk” di salah satu TV swasta di Bandung. Menurutku itu acara yang bagus, yang mencoba mengkritisi masalah-masalah sosial di kota Bandung. Di dalam acara tersebut, dengan pakaian ala si Kabayan (pakaian serba hitam, kopeah dan sarung poleng) beliau sering mendemokan keahlian melukisnya.

Kurang 4 nama…..!!!

Karena aku pernah menyebut Affandi, tentu aku harus menyebut putri beliau yang menjadi pelukis ternama juga. Namanya Kartika. Sebut saja Kartika Affandi. Begitulah nama populernya. Aku tidak tahu ibu Kartika itu anak Affandi dari yang mana, mungkin dari yang muda, sebab setahuku Affandi mempunyai dua orang istri. Kupikir Kartika, seterkenal Affandi juga!

Tiga lagi……?!

Kucoba mengingat-ingat nama-nama pelukis kenamaan Jawa Barat. Maka teringatlah nama Popo Iskandar dan Barli.

Yang kuingat dari Popo Iskandar adalah gaya lukisannya yang khas, yakni kubisme dan gambar-gambar harimau-nya. Dalam aliran kubisme, gambar mata (orang atau hewan) tidak dibuat natural, tapi dibikin dalam satu warna saja. Sepintas tampak aneh, tapi kalau melihat lukisan-lukisan macan karya Popo Iskandar, tampak indah sekali!

Barli Sasmita Winata (aku salah menyebut nama belakangnya Karta Sasmita), pelukis realisme (?) yang terkenal. Aku masih bisa membayangkan tampang “kasep”-nya sebagai orang Sunda dengan pecinya yang khas. Pernah dalam rubrik masak-memasak di koran Pikiran Rakyat ditampilkan sosok Barli. Judulnya (jangan ketawa), “Angeun kacang (merah) ala Barli”. Rupanya pak Barli sangat pandai memasak sayur angeun kacang, yang menjadi kesukaanku di masa kecil. Ada yang bilang, kalau cowok pinter masak, bisa lebih enak daripada masakan perempuan. Jangan-jangan masakan sayur “angeun kacang” ala pak Barli inipun lebih enak daripada “angen kacang” ala ibu-ibu 😀 Dulu aku sangat menyukai “cobek oncom” buatan bapakku dibandingkan buatan ibuku. Menurutku “cobek oncom” ala bapakku lebih punya “taste”. 😀

Satu lagi……!!!!!!
Tadinya aku hampir menyerah dengan sembilan nama. Si ibu tetangga-ku tidak mempermasalahkan dengan 9 nama, katanya “itu pun sudah lebih dari cukup”. Tapi aku masih belum puas sampai akhirnya teringat napopo-barli-dedema “Dede Eri Supria”. Aku mengenalnya karena beliau pernah membuat lukisan untuk untuk sampul kaset album “Franky Sahilatua” (aku memang penggemar Franky and Jane yang suaranya merdu-merdu). Lukisannya realis, yang menggambarkan bagaimana keluarga Wagiman tua yang sedang memandang bendungan yang telah mengaramkan kampung halamannya. “….Wagiman tua beranak lima, menggarap tanah bersama-sama…….dst” begitu sebagian dari syair lagu Franky di album itu.

Dengan demikian lengkap sudahlah sepuluh nama pelukis (yang kupikir) ternama di Indonesia. Aku coba urutkan lagi (1) Raden Saleh (2) Affandi (3) Basuki Abdullah (4) Kartika Affandi (5) Popo Iskandar (6) Barli Sasmita Winata (7) Abdoel Djalil Pirous (8) Jeihan (9) Tisna Sunjaya (10) Dede Eri Supria.

Di kantor aku masih penasaran dan melakukan googling untuk medapatkan informasi sepuluh nama pelukis ternama Indonesia. Ternyata, alhamdulillah, kesepuluh nama pelukis yang aku sebut di atas dikategorikan sebagai pelukis ternama di Indonesia, bahkan ada satu buku yang berjudul “Dari Raden Saleh sampai Dede Eri Supria”. Wah…. kok bisa ya?

Beberapa hari kemudian, ibuku bilang kalau si ibu tetangga mengucapkan terima kasih atas bantuanku. Dan katanya, cuma kertas tugas anaknya yang tidak dikembalikan kepada yang bersangkutan, sedangkan kertas tugas teman-temannya dibagikan kepada masing-masing. Ada apa dengan bapak atau ibu guru?….. 😀

ISC-Telkom, Lt.4, Jl. Japati, Bandung